Udara Gerah Pertanda Hujan, Benarkah?

Climate4life.info - Udara gerah pertanda hujan, benarkah? Sering dalam keseharian kita mendengar ungkapan "wah kok gerah yah... bentar lagi bakal hujan nih".

Ilustrasi perasaan gerah pertanda hujan -
Foto: https://www.medicalnewstoday.com/articles/325232#what-is-heat-intolerance


Perasaan di mana udara tiba-tiba terasa gerah ini  bisa terjadi siang ataupun malam yang kemudian dijadikan penduga bahwa akan terjadi hujan. Benarkah demikian?


Kesetimbangan Energi Panas

Sebelum membahasa udara gerah sebagai pertanda hujan, mari kita mulai dengan kesetimbangan energi di bumi.

Gambar 1. Kesetimbangan energi bumi-atmosfer
Sumber: Ahrens, Essential of Meteorologi

Gambar 1 menunjukan sumber energi panas di bumi bersumber dari radiasi gelombang pendek sinar matahari. Tidak semua panas dari matahari sampai di bumi. Sebagian hilang diserap ataupun dipantulkan kembali oleh gas-gas, uap air dan awan di atmosfer bumi.


Panas yang sampai ke permukaan bumi ada yg dipantulkan dan adapula yang diserap yang kemudian perlahan memanaskan permukaan bumi. 

Saat permukaan bumi menjadi lebih panas dari udara di atasnya, permukaan bumi akan mengemisikan panasnya melalui radiasi gelombang panjang ke atmosfer.

Sebagian  radiasi gelombang panjang tersebut kemudian akan memanaskan atmosfer dan juga  sebagian lainnya hilang ke angkasa. Fluks radiasi bumi dapat dinyatakan dengan

F = 𝞮.𝞼 .T⁴

 di mana:
  •  𝞮  = keterpancaran inframerah permukaan bumi
  • 𝞼 = konstanta Stefan-Boltzman


Nah jika pada hari cerah radiasi gelombang panjang dari bumi bisa langsung hilang ke atmosfer, pada saat mulai banyak awan maka radiasi tersebut akan dipantulkan oleh awan kembali ke bumi.

Dampaknya radiasi pantul dari awan tersebut akan memanaskan atmosfer yang kemudian kita akan merasakan peningkatan suhu udara. Pada saat inilah kita merasakan gerah pertanda hujan.


Panas Laten

Dalam meteorologi ada yang dikenal dengan panas laten. Sebelum lanjut, kita mulai dengan proses dasar, penguapan dan kondensasi. Penguapan adalah proses perubahan air dari fasa cair ke fasa gas.

Pada proses ini, panas yang dibutuhkan diambil dari lingkungan. Penguapan adalah proses utama masuknya uap air ke atmosfer.

Tentang perilaku uap air di atmosfer dapat dibaca di sini/link/button#6495ED


Gambar 2. Proses penguapan versus kondensasi


Kondensasi atau pengembunan adalah proses kebalikan dari penguapan, dimana yang terjadi adalah perubahan air fasa gas ke fasa cair.

Pada proses ini terjadi pelepasan panas dari sistem ke lingkungan. Panas yang terlepas dari proses kondensasi inilah yang disebut panas laten.

Panas laten menyatakan banyaknya energi yang diperlukan untuk merubah sejumlah massa zat satu fasa ke fasa yang lain pada suhu dan tekanan tertentu. Panas laten penguapan dapat diartikan adalah energi yang diperlukan untuk merubah sejumlah air dari fasa cair ke fasa gas pada suhu dan tekanan tertentu. 

Sebaliknya pada panas laten saat kondensasi adalah banyaknya energi yang dilepaskan sejumlah massa uap air ketika berubah fasa dari gas ke cair pada suhu dan tekanan tertentu. 

Secara matematika panas laten dapat di tuliskan sebagai berikut:

di mana :
  • = panas laten;
  • 𝛅q = perubahan kalor/energi

Status 1 adalah keadaan air dalam fasa cair atau padat dan status 2 adalah keadaan air dalam fasa uap. Dalam proses penguapan pada suhu 0 ⁰C akan membutuhkan energi sebesar 2,5 x 10 J.kg⁻¹.  

Maka dalam hal proses kondensasi pada suhu yang akan ada pelepasan panas ke atmosfer dengan besar yang sama dengan pada saat proses penguapan.

Panas laten yang dilepaskan sebesar 2,5 x 10 J.kg⁻¹  inilah yang kemudian akan memanaskan atmosfer di bawah awan yang melalui radiasi gelombang panjang yang kemudian ikut memanaskan udara dipermukaan bumi.

Dampaknya kita kemudian merasa gerah.

Jadi pada saat udara cerah kemudian awan tumbuh kita akan merasa lebih panas dan gerah karena:
  1. Radiasi gelombang panjang dari bumi yang dipantulkan kembali oleh dasar awan.
  2. Adanya panas laten yang dilepaskan saat uap air mengembun menjadi titik air yang kemudian menjadi awan.

Jika proses pembentukan awan terus berlangsung maka pada saat tertentu maka titik air dari awan akan jatuh ke bumi sebagai hujan.

Dengan ini gerah yang kita rasakan bisa jadi petunjuk akan terjadi hujan. alert-info

Namun, jika ada faktor lain di luar faktor mikrofisis awan tersebut seperti adanya angin berhembus kencang bisa jadi formasi awan menjadi punah dan hujan tidak terjadi.



Demikian artikel tentang udara gerah  sebagai pertanda hujan. Semoga bermanfaat.

Dukung Kami
Climate4life.info mendapat sedikit keuntungan dari penayangan iklan yang ada dan digunakan untuk operasional blog ini.
Jika menurut anda artikel pada blog ini bermanfaat, maukah mentraktir kami secangkir kopi melalu "trakteer id"?

Post a Comment

20 Comments

  1. Sebagian mitos orang tua terdahulu begitu ya kan Bang day..hee

    ReplyDelete
  2. Saya jadi ingat sama kata2 orang tu..haha

    ReplyDelete
  3. berarti bener ya kalo gerah itu bisa pertanda bakalan hujan bukan cuma mitos belaka :) tapi kadang kalo abis hujan terus panas biasanya bikin gerah tuh, apa itu karena air yang menguap terkena panas matahari ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya secara ilmiah demikian untuk proses mikrofisis. Namun bisa jadi prosesnya terganggu jika ada faktor lain yang menggaggu seperti misalnya angin yang tiba2 bertiup kencang

      Delete
  4. kalo mau hujan jadi gerah mungkin harus segera masuk rumah taukut ujan gede :P

    ReplyDelete
  5. Oh berarti kalau gerah tapi tidak jadi hujan, ada faktor2 laim di luar faktor mikrofisis, ya? *manggut-manggut*
    Terima kasih informasinya, Bang Day :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kurang lebih demikian mba, karna atmosfer memang merupakan sistem yang kompleks. Terima kasih sudah meninggalkan jejak

      Delete
  6. ooh pantesan, ini toh alasannya.. kirain krn awannya lembab :D

    ReplyDelete
  7. jadi ingat dosen pas jaman kuliah dulu pak. bedanya kali ini bapak yang bicara hahaha. nice share btw. keep on posting, sire

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya pengen jadi dosen sebenarnya :)
      Tx Stiv

      Delete
  8. Wah iya, ini mitos orang tua zaman dulu, ternyata empiris ya dan ini landasan ilmiahnya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama kayak mitos gak bole motong kuku malam2, ada landasan ilmiahnya juga

      Delete
    2. Apa landasan ilmiah gak boleh motong kuku malam2?

      Asalkan penerangan cukup, peralatan aman dan memenuhi krteria keselamatan kapanpun bisa ya kan.

      Ada lagi yang aneh beli jarum malam2 gak boleh, padahal beli rokok dan kopi boleh
      😂

      Delete
    3. Nah itu dia mas, landasan ilmiahnya gelap, bahaya. apalagi dulu2 motong kuku pake sembilu. hehehe

      Delete

Terima kasih atas komentarnya. Mohon tidak meletakkan link hidup yah.