![]() |
Kantor Batavia Magnetisch en Meterologisch Obsevatorium, yang terletak di sekitar Sungai Ciliwung wilayah Kwitang sekarang Gambar: https://dwc.knaw.nl/DL/publications/PU00010942.pdf |
Sejarah Kantor Angin Kwitang
Di tengah hiruk-pikuk Jakarta, ada sebuah tempat yang dahulu dikenal dengan sebutan Kantor Angin.
Julukan ini disematkan oleh masyarakat untuk kantor Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang berlokasi di Kwitang, Jakarta Pusat, tepatnya di kawasan Tugu Tani Prapatan.
Istilah ini muncul karena aktivitas pengamatan udara yang dilakukan dengan cara melepaskan balon untuk mengukur kondisi atmosfer, sebuah tradisi yang telah berlangsung sejak zaman kolonial Belanda.
Pengamatan meteorologi di lokasi ini dimulai pada 1 Januari 1866, ketika pemerintah Hindia Belanda secara resmi mendirikan Observatorium Magnet Bumi dan Meteorologi di Batavia.
Pada saat yang sama, Dr. P. A. Bergsma ditunjuk sebagai direktur pertamanya.
Sejak saat itu, tempat ini menjadi pusat penting dalam pencatatan dan penelitian meteorologi di Nusantara.
Hari tersebut juga menandai dimulainya pengamatan cuaca dan iklim per jam di Indonesia.
Pada awal beroperasi, Batavia Magnetisch en Meteorologisch Observatorium masih menggunakan gedung sewaan hingga tahun 1873. Gedung pengamatan terletak di pinggiran selatan kota Batavia, berjarak 6,8 km dari pantai dengan elevasi 7 meter di atas permukaan laut.
Dikelilingi oleh kebun luas mencapai 20.000 meter persegi, yang berisi pohon dan semak belukar. Gedung utama terdiri dari aula di tengahnya dengan 5 ruangan di sisinya.
Termometer dan psikrometer diletakkan pada sebuah saung berdinding bambu dengan atap rumbia di bagian barat dari gedung utama. Karena masih terdapat banyak pohon, anemometer diletakkan pada atap gedung pemerintah lainnya yang berjarak 1,44 km dari gedung pengamatan utama.
Personil yang melakukan pengamatan terdiri dari Dr. Bergsma sendiri, dibantu oleh 7 orang Jawa pribumi sebagai asisten. Pengamatan tiap jam dilakukan oleh para asistennya, sedangkan pengamatan magnet bumi dilakukan oleh Dr. Bergsma.
Hasil pengamatan dari Batavia Magnetisch en Meteorologisch Observatorium menarik perhatian banyak meteorolog karena menunjukkan perbedaan pola cuaca di Batavia yang beriklim tropis dibandingkan dengan Eropa.
Pada masa Hindia Belanda, pengamatan cuaca dan iklim sangat penting bagi perdagangan dan pelayaran. Pemerintah kolonial membutuhkan data cuaca yang akurat untuk memastikan perjalanan kapal dagang berjalan lancar dan aman.
Oleh karena itu, Batavia Observatorium memainkan peran penting dalam menyediakan informasi meteorologi yang membantu navigasi laut dan pertanian di Nusantara.
Perjalanan BMKG Hingga Pindah ke Kemayoran
Selama bertahun-tahun, Kantor Angin Kwitang menjadi saksi bisu berbagai peristiwa penting, mulai dari perubahan iklim hingga perkembangan ilmu meteorologi di Indonesia.
Selain digunakan untuk penelitian dan pengamatan, kantor ini juga menjadi pusat pendidikan bagi para ilmuwan dan peneliti yang tertarik pada ilmu cuaca dan iklim.
Sejumlah besar data cuaca yang terkumpul dari pengamatan ini telah berkontribusi dalam berbagai penelitian tentang iklim tropis.
Setelah Indonesia merdeka, BMKG terus berkembang dan mengalami modernisasi dalam metode pengamatan cuaca.
Teknologi pengamatan yang sebelumnya masih bergantung pada metode manual mulai digantikan dengan peralatan canggih, termasuk radar cuaca dan satelit.
Meski demikian, metode pelepasan balon udara tetap digunakan untuk mengukur kondisi atmosfer hingga saat ini.
Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan akan fasilitas yang lebih modern, BMKG akhirnya memindahkan kantor pusatnya ke Kemayoran pada tahun 2000an awal.
Pemindahan ini dilakukan karena kebutuhan akan ruang yang lebih besar, teknologi yang lebih mutakhir, serta akses yang lebih baik terhadap sarana dan prasarana penelitian cuaca dan iklim.
Keputusan ini menandai babak baru dalam perjalanan BMKG, tetapi juga mengakhiri sejarah panjang Kantor Angin di Kwitang. Setelah berpindah tangan, lokasi bersejarah ini akhirnya dirubuhkan, menghapus jejak fisik dari salah satu pusat meteorologi tertua di Asia Tenggara.
Kenangan yang Tak Terlupakan
Meskipun secara fisik sudah tidak ada, Kantor Angin Kwitang tetap menjadi bagian dari sejarah meteorologi di Indonesia. Jejak perannya dalam pengamatan cuaca dan atmosfer tidak bisa dihapus begitu saja.
Kini, BMKG terus berkembang dengan teknologi yang lebih canggih di lokasi barunya.
Pengamatan cuaca dan iklim tidak lagi hanya bergantung pada metode manual, tetapi telah didukung oleh teknologi satelit, sistem pemodelan numerik, dan kecerdasan buatan untuk menghasilkan prakiraan yang lebih akurat.
Namun, sejarah dan kenangan tentang Kantor Angin Kwitang akan selalu menjadi bagian penting dalam perjalanan meteorologi Indonesia.
Sejarah Kantor Angin Kwitang menjadi bukti bahwa ilmu pengetahuan terus berkembang, tetapi tetap berakar pada tradisi panjang pengamatan yang dilakukan oleh para ilmuwan terdahulu.
Dari Batavia Observatorium hingga BMKG modern, peran meteorologi dalam kehidupan manusia tetap vital, baik dalam mendukung pertanian, perhubungan, maupun mitigasi bencana alam.
5 Comments
Sayang banget gedungnya sampai dirubuhkan, padahal itu bisa menjadi bukti sejarah perjalanan pengamatan cuaca di Indonesia.
ReplyDeleteWah banyak kenangannya juga ya di kantor angin ini. Perjalanannya juga ternyata sangat panjang..
ReplyDeletesayangnyaaaaa kalaulah dipelihara bangunan tu.... sekarang boleh dijadikan muzium untuk tatapan ramai
ReplyDeleteWaaah aku baru tau kalo dulu namanya kantor angin Kwitang. JD di lokasi lamanya skr udh ga ada bangunan apa2 yaa kalo liat dr peta di atas. Nah yg bangunan baru aku rada2 ga ngeh juga sih, pasti pernah lewatin tp ga nyadar kalo itu kantor BMKG yg skr 😅.soalnya dulu pas masih kerja di mangga dua, aku ngelewatin Kemayoran
ReplyDeleteWah, baru tahu aku dan julukannya jugs unik , kantor angin.
ReplyDeleteTerima kasih atas komentarnya. Mohon tidak meletakkan link hidup yah.