Mengenal Sekolah Lapang Iklim BMKG, Jembatan Pemahaman Cuaca dan Iklim kepada Petani

Panen Raya SLI @BMKG
Climate4life.info | Mengenal Sekolah Lapang Iklim BMKG, Jembatan Pemahaman Cuaca dan Iklim kepada Petani


Pengantar

BMKG merupakan lembaga yang memberikan layanan informasi guna mendukung kegiatan multisektor.

Sektor layanan BMKG tersebut antara lain di bidang transportasi, sumber daya air, penanggulangan bencana, kelautan dan perikanan serta juga pertanian dan perkebunan.


Sekolah Lapang Iklim atau SLI merupakan salah satu bentuk dukungan BMKG pada sektor pertanian. Tujuan utamanya adalah meningkatkan wawasan petani tentang informasi iklim dan cuaca BMKG dan menggunakan informasi tersebut untuk kegiatan pertanian [1].

Sebagaimana kita pahami keberhasilan pertanian dipengaruhi beberapa faktor antara lain seperti bibit yang digunakan, sistem pengolahan tanah dan sistem pengairan serta kondisi iklim.

Iklim sendiri memengaruhi sebaran tanaman sehingga beberapa klasifikasi iklim yang ada didasarkan pada dunia tumbuh-tumbuhan. Misalnya kopi hanya tumbuh pada daerah yang dingin dan padi memberikan hasil maksimal pada daerah yang paparan sinar mataharinya tinggi.

Sebaliknya tanaman dapat pula mempengaruhi iklim. Semakin banyak tutupan vegetasi maka suhu udara akan semakin dingin.

Dalam sistem pertanian bibit yang digunakan, sistem pengolahan tanah dan sistem pengairan merupakan faktor yang dapat dikendalikan oleh manusia.

Adapun faktor iklim merupakan faktor alam yang belum dapat kendalikan manusia baik dari segi variabilitas iklimnya maupun proses perubahan iklim itu sendiri [2].


Masalahnya kemudian terdapat jarak pada pemahaman informasi iklim yang disampaikan oleh BMKG kepada publik termasuk para petani. Seperti memahami arti normal iklim, fenomena el nino dan la nina dan juga perbedaan cuaca dan iklim itu sendiri.

Karena itulah kemudian diadakanlah Sekolah Lapang Iklim (SLI) guna mengurangi gap pemahaman informasi iklim termasuk cuaca di dalamnya kepada masyarakat lebih khusus petani.

Mengapa petani?

Dalam laporan kegiatan Sekolah Lapangan Iklim Stasiun Klimatologi Mempawah [3] disebutkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia adalah petani, maka perlu perhatian lebih terhadap fenomena iklim yang berdampak pada kegiatan usaha tani.

Pada skala nasional, jika tidak ada upaya peningkatan kapasitas petani, maka situasi ini akan mengancam keamanan pangan nasional karena kegagalan panen akibat bencana alam yang terkait dengan cuaca dan iklim.

Di samping itu, masyarakat (petani) belum menyadari ataupun memahami mengenai dampak negatif dari variabilitas iklim serta bagaimana upaya untuk beradaptasi.




Tujuan Sekolah Lapang Iklim BMKG

Dalam dokumen World Meteorological Organization (WMO) tentang Global Framework for Climate Services (GFCS) [4] tercantum maksud dan tujuan Sekolah Lapang Iklim yang diselenggarakan oleh BMKG.

Petani perlu tahu bagaimana bersikap menghadapi variabilitas iklim yang memengaruhi produktivitas panen mereka. Informasi iklim masih sulit dipahami, utamanya  di kalangan petani yang memang mengalami langsung pengaruh iklim pada kehidupan mereka.

Tujuan utama Sekolah Lapang Iklim BMKG adalah mengubah informasi iklim teknis menjadi bahasa praktis petani, dengan penyuluh pertanian sebagai fasilitator.

Secara khusus Sekolah Lapang Iklim (SLI) ini mencakup tiga tujuan utama sebagai berikut:
  1. Meningkatkan pengetahuan iklim petani dan kemampuan mereka untuk mengantisipasi fenomena iklim tertentu dalam aktivitas usaha tani mereka.
  2. Membantu petani dalam mengamati parameter iklim dan menggunakan aplikasi dalam kegiatan dan strategi usaha tani mereka.
  3. Membantu petani untuk menerjemahkan dan memahami informasi dan prakiraan iklim guna mendukung kegiatan pertanian, terutama untuk keputusan awal tanam dan strategi pengelolaan tanaman mereka.

Dengan pemahaman cuaca iklim yang dikombinasikan dengan teknik pertanian baru akan memungkinkan petani untuk menanam tanaman yang berbeda pada waktu yang berbeda dalam setahun.  

Bergantung pada tanaman mana yang paling cocok dengan cuaca / iklim saat itu. Pada akhirnya hal ini akan meningkatkan produktivitas dan pendapatan para petani [5]. 

Peningkatan produktivitas hasil pertanian dalam program SLI BMKG seperti terlihat pada tabel berikut.

Capai produksi tanaman pangan melalui program SLI BMKG [2]



Tahapan Sekolah Lapang Iklim BMKG

Sekolah Lapang Iklim BMKG memiliki tiga tahapan atau tingkatan yang disebut SLI tahap I, II dan III. Tahapan ini berdasarkan jenis peserta dan tujuan pelaksanaannya.

         
Tahapan Sekolah Lapang Iklim BMKG [6]


Pada SLI tahap I, BMKG mengundang pemangku kepentingan (stakeholder) dari lembaga atau instansi terkait untuk mengenalkan program Sekolah Lapang Iklim BMKG.

Lembaga tersebut merupakan lembaga interface atau penghubung BMKG dengan para petani yang merupakan pengguna langsung informasi BMKG [2].

Selanjutnya pada SLI tahap II BMKG akan melatih para penyuluh pertanian, penyuluh hama dan penyakit tanaman dan ketua-ketua kelompok tani unggulan. 

Kegiatan Pembelajaran dalam SLI BMKG tahap II. Foto: BMKG


Peran penyuluh adalah sebagai sumber informasi dalam upaya meningkatkan kesadaran dan kemampuan petani dalam menghadapi variabilitas iklim.  Tentu saja mereka harus didukung kemampuan  dalam memahami informasi iklim, serta informasi teknologi yang dapat diakses [3].

SLI tahap III merupakan Sekolah Lapang Iklim dengan praktek langsung bercocok tanam dalam satu musim. 

Suasana Pembelajaran dalam Sekolah Lapang Iklim tahap III (Staklim Minahasa Utara -2014)


BMKG bersama Dinas Pertanian setempat akan melatih 25 orang petani mengaplikasikan pengamatan iklim serta informasi iklim yang ditemui dalam masa cocok tanam satu jenis tanaman pangan. Umumnya padi dan atau jagung.

Panen Raya Sekolah Lapang Iklim Tahap III di Kalimantan Barat
Panen Raya Sekolah Lapang Iklim Tahap III di Kalimantan Barat [3]




Materi Sekolah Lapang Iklim

Secara umum materi pembelajaran dalam SLI BMKG terdiri dari  beberapa materi teori dan praktek. Pembelajaran teori sangat menarik karena disertai simulasi yang terkait topik yang dibahas sehingga peserta akan semakin mudah memahaminya.

Materi Sekolah Lapang Iklim BMKG [7] antara lain: 

1. Pengenalan Unsur Cuaca dan Iklim, meliputi:
  • Unsur-unsur cuaca dan fenomena cuaca terkait dengan pemahaman masyarakat umum dan masyarakat petani.
  • Perbedaan cuaca dan iklim.
  • Perbedaan unsur cuaca-iklim dan unsur non cuaca-iklim.
  • Manfaat mamahami cuaca, fenomena cuaca, dan iklim

2. Pemahaman Informasi dan Prakiraan Iklim/Musim, meliputi:
  • Pengertian dan istilah dalam informasi dan prakiraan iklim /musim.
  • Cara menentukan sifat hujan AN, N, BN.
  • Cara menentukan awal musim dan menghitung panjang musim.
  • Menerjemahkan informasi dan prakiraan iklim /musim yangdisiapkan oleh BMKG serta cara memperoleh informasi dan prakiraan iklim /musim

3. Mengenal Alat Ukur Cuaca dan Alat Ukur Hujan Sederhana, meliputi:

4. Pemahaman iklim ekstrim, meliputi:
  • Penyebab terjadinya penyimpangan iklim atau iklim ekstrim
  • Identifikasi kejadian iklim ekstrim yang sering terjadi di wilayahnya, dampaknya terhadap pertanian serta serta informasi yang dibutuhkan dari BMKG.

5. Pemahaman dan Perhitungan Neraca Air Lahan, meliputi
  • Proses perhitungan neraca air lahan dan unsur-unsur yang memengaruhinya.
  • menduga ketersediaan air tanah guna menilai potensi surplus dan defisit air untuk penentuan jadwal tanam.

6. Pemahaman Proses Pembentukan Awan dan Hujan, meliputi:
  • Proses terbentuknya awan hingga menjadi tetes air (hujan).
  • Pengaruh angin, suhu dan kelembaban pada proses pembentukan awan dan hujan.

7. Pengaruh cuaca/iklim terhadap perkembangan dan populasi organisme pengganggu tanaman, meliputi: 
  • Pemahaman organisme pengganggu tanaman.
  • Pengaruh cuaca/iklim terhadap hama.
  • Pengaruh cuaca/iklim terhadap penyakit.
  • Pengaruh cuaca pada pengendalian organisme pengganggu.

8. Kearifan lokal, meliputi:
  • Pemahaman tentang kearifan lokal
  • Petanda alam dan kegiatan pertanian

9. Kalender tanam, meliputi:
  • Pemahaman Kalender Tanam (Katam)
  • Manfaat dan sasaran kalender tanam


Sejarah tentang Sekolah Lapang Iklim

Sekolah Lapang Iklim BMKG merupakan adaptasi dari kesuksesan kegiatan sekolah lapang untuk petani dalam program Sekolah Lapang Pengendalian Hama dan Penyakit (SLPHT) Kementerian Pertanian [8][9]. 

Program Sekolah Lapang Petani dalam SLPHT ini merupakan kegiatan yang telah eksis sejak tahun 1989, yang awal pembiayaannya oleh Pemerintah Indonesia dan didukung oleh  United States Agency for International Development (GoI-USAID) dan dipandu secara teknis oleh FAO [10].

Pada 2003 Sekolah Lapang Iklim  digagas oleh the Asian Disaster Preparedness Center (ADPC, Bangkok), International Rice Research Institute, IPB, BMKG (saat itu masih bernama BMG) dan Kementerian Pertanian. Terdapat 90 petani Indramayu menjadi peserta Sekolah Lapang Iklim pertama ini [11].

Materi dalam SLI pertama 2003 di Indramayu [10]


Sejak 2007 BMKG mulai mengadakan Sekolah Lapang Iklim secara mandiri menggunakan dana APBN [10]. 

Pada 2007 tersebut BMKG menyelenggarakan SLI pada 3 provinsi yaitu Jawa Barat (Indramayu),  Jawa Tengah (Klaten) dan Sulawesi Utara.

Kegiatan SLI terus berlanjut ke seluruh provinsi di Indonesia dengan berbagai perkembangan dinamika seperti adanya SLI tematik yang tidak hanya melatih petani namun komunitas lain yang mendukung pertanian.

Perjalanan SLI BMKG seperti pada grafis di bawah ini [6].
Perjalanan Sekolah Lapang Iklim BMKG
Perjalanan Sekolah Lapang Iklim BMKG - 1


Perjalanan Sekolah Lapang Iklim BMKG
Perjalanan Sekolah Lapang Iklim BMKG -2



Perkembangan SLI BMKG dan Pengakuan Internasional

1. Training of Trainers Climate Field School

WMO mengapresiasi keberhasilan Sekolah Lapang Iklim dan mengakuinya sebagai bentuk pelayanan iklim dalam proses adaptasi perubahan iklim, sejalan dengan program GFCS dari WMO. GFCS adalah kerangka global untuk layanan iklim.

Apresiasi kegiatan ToT-SLI  BMKG tahun 2014 pada laman Facebook WMO


Sampai dengan 2019, WMO telah tiga kali memercayakan BMKG melatih peserta SLI dari kawasan Asia-Pacifik melalui Training of Trainers for Climate Field School (ToT CFS) Asia Pacific.

ToT CFS Asia Pacifik pertama dilakukan pada tahun 2014 yang diikuti 18 orang peserta, 8 peserta dari Laos, Filipina, Myanmar, Thailand, Malaysia dan Vanuatu serta 10 peserta dari Indonesia. 


ToT CFS tersebut memberikan kesempatan BMKG untuk berbagi pengalaman dari Indonesia dalam mengimplentasikan program CFS kepada negara di Asia pasifik yang mempunyai prioritas mendukung ketahanan pangan di negaranya [12].

ToT CFS Asia Pacifik kedua dilakukan pada tahun 2015 dengan 18 peserta dari 7 negara di kawasan Asia-Pacifik yaitu Filipina, Myanmar, Thailand, Vanuatu, Vietnam, Timor Leste, dan Indonesia [13].

Salah satu sesi pembelajaran dalam ToT CFS 2015


Adapun ToT CFS ketiga digelar BMKG pada tahun 2019. Kegiatan ini diikuti 19 peserta dari negara-negara anggota Colombo Plan, yaitu Bangladesh, Indonesia, Laos, Myanmar, Nepal, Papua Nugini, dan Sri Lanka [14].

Peserta TOT CFS 2019 [14]


Selain menjadi host atau penyelenggara ToT CFS, BMKG juga mengirim intruktur SLI ke beberapa negara untuk melatih dan mengajar mengenai pengalaman BMKG menyelenggarakan SLI, yaitu:

  • Training of Trainers of Climate Field School for Timor Leste

Kegiatan ini merupakan kolaborasi BMKG dengan Pemerintah Timor Leste yang didukung Europe Union through GCCA-Timor Leste (CAMOES, GIZ, and HIVOS).  ToT CFS ini telah berlangsung selama dua kali yaitu pada 2016 dan 2017.

Instruktur SLI BMKG di Timor Leste. Foto @BMKG


Instruktur SLI dari BMKG melatih para pelatih SLI  Timor Leste agar mereka mampu memberikan informasi tentang iklim kepada masyarakat atau petani di negaranya.

  • The International Workshop in Collective Community Action for Eco-watershed Mitigation to Floods and Drought, Pakistan

Kegiatan ini dilakukan dengan kerjasama antara UNESCO dengan JICA dan mengundang para peserta dari kalangan komunitas masyarakat seperti petani, guru, dosen, LSM, NGO serta pegawai pemerintahan yang terkait dengan irigasi.

Instruktur SLI BMKG di Pakistan


BMKG diundang untuk mengikuti kegiatan Workshop Internasional tersebut untuk memberikan pengalaman mengenai kegiatan Sekolah Lapang Iklim (SLI) yang sudah dilaksanakan mulai tahun 2007 hingga saat ini [15].


 

2. SLI Kolaborasi Lembaga Internasional dan Pemerintah Daerah


Kesuksesan Sekolah Lapang Iklim (SLI) BMKG juga menarik minat beberapa pihak untuk mengajak BMKG melatih masyarakat binaan lembaga tersebut, antara lain [6]: 

  • SLI Tahap II Bagi Pendamping Program Office of US Foreign Disaster Assistance (OFDA) di NTB tahun 2015 dan 2019

Kegiatan ini dibiayai oleh USAid dengan teknis pelaksanaan dilakukan oleh Stasiun Klimatologi Lombok Barat dan LSM World Neighbors. Pesertanya adalah petani di NTB yang merupakan binaan dari LSM tersebut.


  • SLI Tahap III Jambi 

Merupakan kegiatan Sekolah Lapang Iklim yang melibatkan 50 orang petani di Jambi. Fasilitator adalah staf BMKG - Stasiun Klimatologi Jambi dengan pembiayaan dari  Badan Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian (BPSDMP) Provinsi Jambi.


  • SLI Kopi dan Kakao di Bali 

Kerjasama antara BMKG Provinsi Bali, Sustainability and Resilience.Co (su-re.co), Dinas Pertanian Jembrana, Universitas Udayana, dan Stockholm Environment Institute (SEI) selaku lembaga yang membiayai. Kegiatan ini diikuti oleh 20 orang petani di Bali


  • SLI USAID APIK
USAid melalui program Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan (APIK) bekerjasama dengan BMKG menyelenggarakan Sekolah Lapang Iklim tahap III pada beberapa provinsi di Indonesia yaitu Jawa Timur, Sulawesi Tenggara dan Maluku yang merupakan area kerja APIK[16].


Demikian ulasan tentang SLI BMKG, latar belakang hingga pengakuan internasiona atas Sekolah Lapang Iklim tersebut.


Referensi

  1. Climate Field School: http://geo.co.id/apik/2018/11/21/climate-field-school/
  2. Nurhayati: Climate Field School Activities in Indonesia
  3. Stasiun Klimatologi Mempawah - Kalbar: http://iklim.kalbar.bmkg.go.id
  4. WMO: Appendix to the Agriculture and Food Security Exemplar to the User Interface Platform of the Global Framework for Climate Services
  5. Nurhayati,  Center for Climate, Agro- and Marine-Climate, BMKG: BMKG Contribution. For G4INDO.
  6. Pusyanklim BMKG - Sejarah SLI
  7. Modul SLI tahap III di NTB, Stasiun Klimatologi Lombok Barat.
  8. NADEL MAS-Cycle 2012-2014: „Climate Field Schools” – A Suitable Approach for Climate Change Adaptation? The Indonesian Case.
  9. Climate field schools in Indonesia: coping with climate change and beyond: http://www.agrometeorology.org/topics/accounts-of-operational-agrometeorology/climate-field-schools-in-indonesia-coping-with-climate-change-and-beyond
  10. USAid - Climate Field School: http://geo.co.id/apik/2018/11/21/climate-field-school/
  11. Prakarma Raja Siregar and Todd A. Crane: Climate Information and Agricultural Practice inAdaptation to Climate Variability: The Case of Climate Field Schools in Indramayu, Indonesia
  12. WMO - Indonesian Climate Field School Supports Food Security: https://public.wmo.int/en/resources/meteoworld/indonesian-climate-field-school-supports-food-security
  13. WMO - Climate Field Schools in Indonesia: https://public.wmo.int/en/resources/meteoworld/climate-field-schools-indonesia 
  14. BMKG: https://www.bmkg.go.id/berita/?p=pemerintah-indonesia-dukung-colombo-plan-tingkatkan-produktivitas-pertanian&lang=ID&tag=berita-utama
  15. Yanuar Henry Pribadi - Laporan Perjalanan Dinas Luar Negeri 2018.
  16. https://www.apikindonesia.or.id/2017/07/15/sekolah-lapang-iklim-pertanian-untuk-membangun-ketangguhan-petani-menghadapi-risiko-perubahan-iklim/

Dukung Kami
Climate4life.info mendapat sedikit keuntungan dari penayangan iklan yang ada dan digunakan untuk operasional blog ini.
Jika menurut anda artikel pada blog ini bermanfaat, maukah mentraktir kami secangkir kopi melalu "trakteer id"?

Post a Comment

19 Comments

  1. Banyak sekali referensi nya bang day, soalnya untuk membuat artikel seperti ini tidak bisa sembarangan ya seperti membuat cerpen.

    Memang betul sekali kalo salah satu keberhasilan petani selain bibit yang bagus juga harus paham iklim atau cuaca.

    Dulu orang tuaku petani. Karena ngga tahu cuaca maka kadang menanam cabe atau bawang yang banyak. Tahu tahu kemarau panjang, akhirnya rugi banyak karena tanaman cabai dan bawang mati semua ngga ada air.😭

    ReplyDelete
    Replies
    1. Khusus ut blog ini wajib ada referensi mas sbg bentuk tanggung jawab moril dan pengakuan pada sumber yang dirujuk.

      Ya emg begitu mas salah satu tujuan SLI ini untuk kita berstrategi menghadapi variabilitas iklim

      Delete
  2. Alhamdulillah dapat komentar pertamak, kayaknya dapat hadiah piring atau pulsa nih bang.😅

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah dapat komentar pertamak, kayaknya dapat hadiah piring atau pulsa nih bang.😅

    ReplyDelete
  4. Jadi penasaran nih sama petani-nya yang ikut Sekolah Lapangan Iklim BMKG, kira2 ada gak mas, petani yang bikin inovasi dalam pertanian atau komunitas petaninya agar bisa menjangkau petani lain yang belum mengetahui keberadaan sekolah ini??

    ReplyDelete
    Replies
    1. Secara berkala ada monitoring bang dari teman2 pelaksana ke jaringan alumni SLI termasuk memantau apakah ada transfer pengetahuan ke petani yang lain

      Delete
  5. Super lengkap bangeet ulasannyaa bang. Bahasan yang menarik. Adanya sekolah lapang iklim jelas sangat membantu para petani untuk lebih memahami ttg iklim dan yang berkaitan dengan proses tanam beserta pemeliharaannya. Mantap juga belajar perhitungan neraca air lahan, semogaa adanya SLI ini jadi angin segar untuk peningkatan kualitas pertanian dan para petani di indonesia. Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masih butuh waktu namun smg pelan2 lack informasi iklim kepada petani mulai dapat diatasi

      Delete
  6. Petani untuk beradaptasai dengan iklim, tidaklah mudah
    Kapan bisa ke kampung saya ya

    ReplyDelete
  7. Wahhh kalau seperti ini bagus sekali, tingkat pengetahuan yang didapat oleh masyarakat di pedesaan tidak putus.. Dengan adanya sekolah ini bisa menjadi saranan yang baik untuk belajar dan berbagi pengalaman.. BMKG emang dabesttt deh.. Semangat teruss memajukan bangsa ini..

    ReplyDelete
  8. saya pernah tu mas lihat diyoutube bahwa ternyata terjadinya hujan lokal karena adanya tumpukan awan hitam di tempat dan titik tertentu, kemudian jika awan itu berpindah dengan dorongan angin, maka hujan akan berpindah juga, apa benar tu mas

    ReplyDelete
  9. Assalamualaikum...Blogwalking kunjungan perdana nih.

    Lihat pictures-nya, acara diadakan di sawah, jadi teringat acara KELOMPENCAPIR di TVRI.

    Wah profilnya "peminat sejarah yang belajarnya fisika", Hampir sama dengan saya... Bang Day. Saya peminta sejarah, belajarnya medis.

    ReplyDelete
  10. Pertanian tanpa pengetahuan cuaca adalah hal yang sia-sia, penting untuk memahami soal cuaca dan iklim. Supaya tepat guna dalam menanam dan tahu resiko-resiko bencana yang akan timbul akibat cuaca atau iklim yan ada

    ReplyDelete
  11. Program sekola lapang yang menurut saya sangat berguna bagi para petani, semoga tetap terus berlanjut, dan semakin banyak petani yang mengaplikasikan ilmu tersebut terutama dalam memprediksi iklim.
    Pengalaman ayah saya selama ini dan banyak petani lainnya di kampung saya, kadang banyak mengalami gagal panen karena salah dalam memprediksi iklim yang kadang berubah-ubah.

    ReplyDelete
  12. Blognya bang day memang sangat bermanfaat sekali, banyak sekali informasi yang baru yang bisa saya dapatkan..

    ReplyDelete
  13. silabus versi online utk masuk sekolah bmkg nih

    ReplyDelete
  14. Petani petani kalau ikut sekolah iklim jadi untung dong.. ngerti iklim jadinya

    ReplyDelete
  15. para petani bukan sahaja dapat hasil yang diharapkan tetapi juga dapat ilmu yang berguna

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya. Mohon tidak meletakkan link hidup yah.