Radiasi Nuklir, kaitannya dengan Perubahan Medan Listrik Atmosfer

Petir merupakan salah satu bentuk kelistrikan di atmosfer. Jumlah sambarannya dapat mencapai 40.000 kali perhari.
Gambar: By Yintan at English Wikipedia, CC BY 4.0, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=67543777


Climate4life.info - Radiasi Nuklir, kaitannya dengan Perubahan Medan Listrik Atmosfer 

~ Ania Supeni


Judul artikel ini memuat pembahasan dua hal yang mungkin kesannya mengerikan, ketika atmosfer terkena radiasi nuklir lalu menjadi bermuatan listrik. Ledakan nuklir tentu saja akan bersifat katastropik, namun artikel ini membahasnya dari sisi kelistrikan atmosfer.

Jika ada bahan nuklir atau radioaktif terlepas ke atmosfer maka dapat memengaruhi medan listrik statis atmosfer.


Fenomena listrik atmosfer sebenarnya sudah kita jumpai sehari-hari, yaitu berupa kilat. Selain kilat, juga terdapat fenomena Api Santo Elmo (Saint Elmo’s Fire) yaitu berpendarnya logam karena bergesekan dengan atmosfer

Api Santo Elmo dapat terlihat pada tiang kapal yang sedang berlayar dan pada kapak es pendaki gunung.

Listrik atmosfer dipengaruhi oleh konsentrasi ion, muatan listrik, dan mobilitas ion-ion. Fakta ini ditemukan oleh Serrano dkk pada tahun 2006. Kuat medan listrik di atmosfer dapat dinyatakan dalam Gradien Potensial (PG). 

Jadi ada muatan, potensial, jarak, dan gradien potensial. Mungkin yang menjadi pertanyaan pertama adalah apakah potensial listrik atmosfer seperti potensial listrik yang kita jumpai dalam sebuah baterai. 

Secara sederhana sirkuit listrik atmosfer terjadi karena sifat muatan positif atmosfer terutama di ionosfer dan sifat muatan negatif bumi. Adanya perbedaan muatan ini menyebabkan adanya aliran dari sisi yang positif ke arah sisi yang negatif dan terjadi secara vertikal. Aliran muatan dari atmosfer ke permukaan bumi terlihat sebagai petir. 




Perbedaan dengan listrik dari baterai yaitu listrik di atmosfer merupakan listrik statis. Listrik statis tidak mengalir melalui kabel seperti jika kita mengalirkan arus listrik dari sebuah baterai. Fenomena listrik statis yang sering kita jumpai adalah dari percobaan sederhana yang dapat dilakukan anak-anak. Jika suatu balon karet digosokan ke kain wol dapat menarik rambut dari kepala sehingga terlihat lucu.  

Selanjutnya bagaimana dengan gradien potensial (PG)? Dari penjelasan sebelumnya diketahui bahwa atmosfer memiliki potensial listrik dalam posisi vertikal. PG merupakan perbedaan potensial antara permukaan dengan suatu titik vertikal di atas permukaan. Satuan PG adalah Volt per meter (V/m). Rata-rata nilai PG dekat permukaan adalah 100 V/m.

Konsep sirkuit listrik global - listrik atmosfer selalu ada, dan selama cuaca cerah tidak ada badai petir. Udara di atas permukaan bumi bermuatan positif, sedangkan muatan permukaan bumi negatif.
Hal ini dapat dipahami dalam kaitannya dengan perbedaan potensial antara suatu titik di permukaan bumi, dan suatu titik di suatu tempat di udara di atasnya
Gambar: https://www.sciencedirect.com/topics/earth-and-planetary-sciences/atmospheric-electricity


Hujan dan adanya bahan radioaktif dapat menurunkan nilai PG. Dalam kasus pertama, jika awan yang membawa hujan membawa muatan negatif dapat menurunkan gradien potensial antara atmosfer dengan permukaan bumi. Sedangkan, adanya bahan radioaktif mengakibatkan terjadinya ionisasi di atmosfer yang meningkatan konduktivitas atmosfer. 

Jika konduktivitas atmosfer meningkat maka aliran muatan dari atmosfer ke permukaan bumi akan meningkat. Sehingga, perbedaan potensial antara atmosfer dengan permukaan akan berkurang. Hal ini pada akhirnya menurunkan nilai PG. 

Dari sini mulai terlihat benang merah antara radiasi nuklir yang menyebarkan bahan radioaktif dengan kelistrikan atmosfer. Kita mengenal unsur kimia yang bersifat radioaktif diantaranya yaitu Cesium, Radium, Polonium, Radon, dan Uranium. Unsur-unsur radioaktif tersebut dimanfaatkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). 

Suatu kejadian yang dapat menjelaskan penurunan PG karena radiasi nuklir dengan jelas adalah ledakan PLTN Fukushima pada tahun 2011 yang dikaji oleh Yamauchi dkk (2012). Ledakan ini disebabkan oleh gempabumi dan tsunami besar yang melanda Jepang bagian timur  pada tanggal 11 Maret 2011. 

Adanya unsur radioaktif yang terlepas dari Fukushima terdeteksi di stasiun pengamatan geomagnetik Japan Meteorological Agency (JMA) di kota Kakioka. PG di Kakioka diukur dengan alat Masacart’s insulated water-dropper collector. 

Beberapa saat setelah gempa terjadi, listrik di Kakioka padam sehingga detektor juga padam. Setelah listrik dipulihkan, detektor mencatat nilai PG yang sangat rendah mendekati nol. Fluktuasi terjadi beberapa hari kemudian.  

Menurut tim Yamauchi (2012) fluktuasi ini disebabkan adanya pengangkatan debu radioaktif oleh angin sehingga PG naik kembali. Penurunan PG terjadi lagi saat debu radioaktif terdeposisi kembali ke dekat permukaan dan adanya deposisi basah oleh hujan.  

Dari hubungan radioaktivitas dengan kelistrikan atmosfer maka kita dapat memperoleh informasi sebaliknya. Informasi tersebut yaitu jika terdeteksi penurunan gradien potensial listrik pada hari tanpa hujan maka ada kemungkinan saat itu terdapat unsur-unsur radioaktif di sekitar sensor.  


Sumber:

  • Serrano, Cla´udia, A Heitor Reis, Rui Rosa, Paulo S. Lucio . (2006). Influences of cosmic radiation, artificial radioactivity. Atmospheric Research, 236-249.
  • Yamauchi, M., M. Takeda, M. Makino, T. Owada, and I. Miyagi. (2012). Settlement process of radioactive dust to the ground inferred from. Annales Geophysicae, 49-56.

Dukung Kami
Climate4life.info mendapat sedikit keuntungan dari penayangan iklan yang ada dan digunakan untuk operasional blog ini.
Jika menurut anda artikel pada blog ini bermanfaat, maukah mentraktir kami secangkir kopi melalu "trakteer id"?

Post a Comment

0 Comments