Ketebalan dan Ketinggian Permukaan Tekanan Konstan


Termodinamika Atmosfer: Menyelami Fisika Pada Proses di Atmosfer

Daftar Isi

1. Hukum Tentang Gas
2. Persamaan Hidrostatik
3. Hukum Pertama Termodinamika - Panas dan Kerja Sistem
4. Proses Adiabatik
5. Uap Air dalam Udara
6. Stabilitas Statis
7. Hukum Kedua Termodinamika
Referensi:

Diterjemahkan dan dikembangkan dari: Atmospheric Thermodynamics, Jeremy A. Gibbs, https://gibbs.science/ teaching/efd/handouts /wallace_hobbs_ch3.pdf.

II. Persamaan Hidrostatik

2.3 Ketebalan dan Ketinggian Penampang Tekanan Konstan

Karena tekanan menurun monoton terhadap ketinggian, penampang tekanan (yaitu, permukaan imajiner di mana tekanan konstan) tidak pernah saling berpotongan. Dapat dilihat dari persamaan (29) bahwa ketebalan lapisan antara dua permukaan tekanan \(p_2\) dan \(p_1\) sebanding dengan suhu virtual rata-rata lapisan tersebut,  \(T_v\).

Kita dapat menggambarkan bahwa seiring dengan peningkatan \(T_v\), udara antara dua lapisan tekanan tersebut mengembang dan lapisan menjadi lebih tebal.

Sebelum adanya penginderaan jauh atmosfer oleh radiometer satelit, ketebalan lapisan hanya diperoreh berdasarkan data radiosonde, berupa hasil pengukuran tekanan, suhu, dan kelembaban pada berbagai lapisan di atmosfer.


Suhu virtual \(T_v\) pada setiap lapisan dihitung, dan nilai rata-rata untuk berbagai lapisan diestimasi menggunakan metode grafis yang diilustrasikan dalam Gambar 2. Dengan menggunakan data radiosonde dari jaringan stasiun, memungkinkan untuk membuat peta topografi distribusi ketinggian geopotensial pada permukaan tekanan tertentu.

Perhitungan ini pertama kali dilakukan oleh pengamat yang bekerja di lapangan dan sekarang menjadi salah satu prosedur dalam asimilasi data canggih.

Dalam perpindahan dari suatu permukaan bertekanan tertentu ke permukaan bertekanan lain yang terletak di atas atau di bawahnya, perubahan ketinggian geopotensial berhubungan secara geometris dengan ketebalan lapisan di antaranya, yang selanjutnya berbanding lurus dengan suhu virtual rata-rata lapisan tersebut.

Oleh karena itu, jika distribusi suhu virtual tiga dimensi diketahui, bersama dengan distribusi ketinggian geopotensial pada satu permukaan tekanan, kita akan dapat menyimpulkan distribusi ketinggian geopotensial dari permukaan tekanan lainnya.

Gambar 3 Bagian melintang dalam bidang longitude-ketinggian. Garis solid menunjukkan berbagai permukaan tekanan konstan.

Bagian tersebut digambarkan sedemikian rupa sehingga ketebalan antara permukaan tekanan yang berdekatan lebih kecil di wilayah dingin (biru) dan lebih besar di wilayah hangat (merah).


Hubungan hipsometrik yang sama antara lapangan suhu tiga dimensi dan bentuk permukaan tekanan dapat digunakan secara kualitatif untuk memperoleh gambaran yang berguna tentang struktur tiga dimensi dari gangguan atmosfer, sebagaimana diilustrasikan oleh contoh-contoh berikut.
  1. Udara di dekat pusat badai siklon lebih hangat daripada sekitarnya. Oleh karena itu, intensitas badai (seperti yang diukur oleh penurunan permukaan isobarik) harus berkurang dengan ketinggian (Gambar 3a).

    Angin di pusat badai semacam ini selalu menunjukkan intensitas tertinggi di dekat tanah dan berkurang dengan ketinggian di atas tanah.


  2. Beberapa pusaran udara pada lapisan atas tidak meluas hingga ke tanah, seperti yang terindikasi dalam Gambar 3.3b.

    Dari persamaan hipso-metrik, dapat disimpulkan bahwa pusaran udara tersebut harus memiliki inti dingin di bawah tingkat di mana mereka mencapai intensitas tertinggi dan inti hangat di atas tingkat tersebut, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3b.

Dukung Kami
Climate4life.info mendapat sedikit keuntungan dari penayangan iklan yang ada dan digunakan untuk operasional blog ini.
Jika menurut anda artikel pada blog ini bermanfaat, maukah mentraktir kami secangkir kopi melalu "trakteer id"?

Post a Comment

0 Comments