Review Jurnal: Mengurai Ketidakseimbangan Energi Bumi, Kemana Hilangnya Energi Panas Matahari?

Climate4life.info - Review jurnal: Heat stored in the Earth system 1960–2020: where does the energy go?



Pendahuluan

Earth energy imbalance (EEI) atau Ketidakseimbangan Energi Bumi adalah perbedaan antara berapa banyak energi matahari yang sampai ke Bumi dan berapa banyak energi yang kembali ke luar angkasa.

Inventarisasi panas bumi dan kaitannya dengan emisi antropogenik, ketidakseimbangan energi bumi, perubahan sistem bumi, dan implikasinya terhadap ekosistem dan sistem manusia.

Inventarisasi panas bumi memainkan peran penting dalam pemantauan perubahan iklim karena memberikan informasi mengenai nilai absolut dari ketidakseimbangan energi bumi, total perolehan panas sistem bumi, dan berapa banyak serta di mana panas disimpan dalam berbagai komponen sistem bumi.

Panah ke atas menunjukkan peningkatan perubahan, panah ke bawah menunjukkan penurunan perubahan, dan panah memutar menunjukkan perubahan di kedua arah. Persentase panas yang tersimpan dalam komponen sistem bumi disajikan selama periode 2006–2020
Karina von Schuckmann et al. 2023


Ini adalah ukuran dasar yang membantu ilmuwan dan masyarakat menilai seberapa baik kita menanggapi perubahan iklim. EEI ini penting karena menjadi petunjuk seberapa baik kita mengendalikan perubahan iklim.

Studi terbaru ini adalah studi inventarisasi panas yang paling maju dan akurat sejauh ini. Hasilnya menunjukkan bahwa EEI terus meningkat, bahkan dua kali lipat dalam dekade terakhir (2010-2018) dibandingkan dengan rata-rata periode 1971-2018.




Jika perbedaan antara energi masuk – radiasi matahari – dan energi keluar – jumlah radiasi matahari yang dipantulkan bumi dan radiasi yang dipancarkan bumi – tidak sama dengan nol, seperti yang terjadi saat ini, kita menyebutnya sebagai Ketidakseimbangan Energi Bumi (EEI).

Aktivitas manusia, melalui emisi gas rumah kaca yang menimbulkan efek rumah kaca tambahan, telah menyebabkan ketidakseimbangan energi bumi.

Lalu di manakah kelebihan energi terakumulasi? 


Sebuah evaluasi komprehensif pertama mengenai lokasi akumulasi kelebihan panas bumi telah dipublikasikan oleh GCOS.

Dalam artikel yang dilaporkan dalam Earth System Science Data, lebih dari 30 peneliti dari berbagai lembaga ilmiah global bekerja sama untuk memantau dan menghitung sejauh mana panas global disimpan dari tahun 1960 hingga 2018, menjawab pertanyaan mengenai "arah ke mana panas tersebut mengarah". alert-info



Panas Tersimpan di Lautan

Panas yang tersimpan di lautan memiliki dampak signifikan terhadap sistem iklim Bumi, terutama melalui pemanasan laut dan perubahan termalnya. Pemanasan laut mempengaruhi stratifikasi lautan, arus laut, siklon tropis, dan proses deoksigenasi laut.

Rata-rata deret waktu dan deviasi standar ansambel (95 %, diarsir) anomali kandungan panas laut global (OHC) relatif terhadap klimatologi tahun 2005–2020 untuk kedalaman 0–300 m (abu-abu), 0–700 m (biru), lapisan kedalaman 0–2000 m (kuning), dan kedalaman 700–2000 m (hijau).
Karina von Schuckmann et al. 2023


Selain itu, panas yang tersimpan juga berkontribusi pada perubahan ekosistem, keanekaragaman hayati, pemutihan karang, dan redistribusi habitat di lautan serta kriosfer bumi. Proses ini melibatkan panas yang diserap oleh lautan, menyebabkan perubahan yang dramatis dan berdampak luas di seluruh dunia.

Dalam menilai panas yang tersimpan di lautan, tantangan utama melibatkan akurasi pengukuran suhu bawah permukaan laut. 

Pengukuran ini telah mengalami perkembangan signifikan sejak ekspedisi Challenger pada 1870-an hingga peluncuran program pelampung profil Argo pada tahun 1990-an. Meskipun demikian, evaluasi terus diperlukan untuk memahami ketidakpastian dan mengembangkan sistem pengamatan yang lebih baik.

Dengan penggunaan teknologi terkini seperti pelampung Argo, pengukuran satelit, dan model iklim, upaya internasional terus dilakukan untuk menyusun perkiraan yang lebih akurat terkait peningkatan kandungan panas laut global.



Panas Menjadikan Atmosfer Lebih Hangat

Panas yang tersedia untuk menghangatkan atmosfer merupakan aspek penting dalam pemahaman perubahan iklim dan dampaknya terhadap masyarakat.



Meskipun panas yang terakumulasi di atmosfer relatif kecil dibandingkan dengan lautan, pemanasan udara dekat permukaan bumi dan atmosfer di atas memberikan dampak signifikan pada cuaca dan perubahan iklim.

Pengamatan atmosfer selama beberapa dekade terakhir menunjukkan pemanasan troposfer yang jelas dan perubahan dalam siklus musiman, serta perubahan sirkulasi atmosfer yang dapat menyebabkan cuaca ekstrem.

Perubahan dalam fluks panas dan energi atmosfer akan meningkatkan risiko kejadian cuaca ekstrem, yang dapat berdampak tinggi pada masyarakat.

Oleh karena itu, pemahaman yang cermat terhadap kandungan panas atmosfer menjadi kunci untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang perubahan sistem iklim.

Atmosfer mengangkut energi secara lateral, dan pertukaran energi ini dengan komponen iklim lainnya adalah elemen fundamental dalam sistem iklim bumi.

Penelitian terbaru menunjukkan adanya inkonsistensi dalam formulasi anggaran energi atmosfer sebelumnya, sehingga formulasi terbaru perlu dipertimbangkan.

Melalui pemahaman yang lebih baik terhadap kandungan panas atmosfer, kita dapat mengidentifikasi tren pemanasan yang signifikan dan potensi dampaknya pada masyarakat dan lingkungan secara lebih akurat.



Energi Digunakan Menghangatkan Daratan

Pada bagian keempat, penelitian menyoroti ketersediaan panas untuk menghangatkan daratan, sebuah aspek yang meskipun berkontribusi sebagian kecil pada anggaran energi bumi dibandingkan dengan lautan, namun memiliki peran penting dalam evolusi iklim masa depan.

Daratan, terutama yang melibatkan tanah permafrost, memiliki proses sensitif terhadap panas di daratan yang dapat berdampak signifikan pada iklim global. Perubahan kondisi termal di wilayah-wilayah ini dapat melepaskan gas rumah kaca seperti CO2 dan CH4, serta mengganggu stabilitas karbon tanah, potensial menjadi titik kritis yang memicu umpan balik positif terhadap sistem iklim.

Peningkatan energi lahan juga dapat berhubungan dengan penurunan kelembaban tanah, meningkatkan risiko kejadian suhu ekstrem yang berdampak negatif pada kesehatan manusia, hewan, dan ekosistem. 

Penelitian terbaru menyoroti kekurangan dalam pemodelan kandungan panas daratan oleh model sistem bumi (ESM), yang sebagian besar disebabkan oleh kedalaman yang kurang mencukupi dalam model permukaan tanah dan kondisi batas dasar aliran panas nol (BBC).

Penelitian eksperimental juga memungkinkan estimasi kandungan panas di reservoir air darat, meskipun kecil dibandingkan dengan komponen inventaris panas bumi lainnya.

Meskipun sebagian kecil, peran daratan dalam siklus energi bumi memiliki dampak signifikan pada perubahan iklim, terutama terkait dengan pelepasan gas rumah kaca dan risiko suhu ekstrem. 

Pemahaman yang lebih tepat terhadap fraksi energi yang mengalir ke daratan menjadi krusial. Penelitian menyoroti keterbatasan model sistem bumi dalam memodelkan kandungan panas daratan, menunjukkan kekurangan dalam model permukaan tanah dan kondisi batas dasar aliran panas nol. 

Eksperimen pemodelan juga mengungkapkan potensi perbedaan dalam interpretasi panas dari bagian dalam bumi, terutama terkait dengan aliran panas nol.

Meskipun eksperimen memungkinkan estimasi kandungan panas di reservoir air darat, besarnya relatif kecil dibandingkan dengan komponen inventaris panas bumi lainnya dan berasal dari model simulasi. 

Kendati demikian, penelitian ini memberikan wawasan penting terkait tantangan dalam pemodelan energi daratan dan perlunya perbaikan dalam simulasi sistem iklim bumi.



Pencairan Es

Penggunaan panas untuk mencairkan es menjadi fokus utama, terutama dalam konteks penyerapan energi oleh kriosfer. Studi terkini (Straneo et al., 2020) mengidentifikasi komponen utama kriosfer yang berkontribusi pada penyerapan panas, termasuk es laut, lapisan es di Greenland dan Antartika, gletser, salju, dan lapisan es. 

Hasil penelitian ini mencatat bahwa penyerapan panas selama periode 1979-2017 didominasi oleh hilangnya massa es laut Arktik, gletser, serta lapisan es Greenland dan Antartika. 

Meskipun kontribusi dari pencairan lapisan es dan menyusutnya tutupan salju mungkin dapat diabaikan atau tidak pasti, penelitian ini memberikan gambaran menyeluruh tentang peran utama komponen-komponen tersebut dalam penyerapan energi. Terdapat peningkatan perhatian pada penelitian keseimbangan energi di kriosfer, khususnya dalam konteks pemanasan global dan perubahan iklim.

Pada setiap komponen kriosfer, penyerapan energi cenderung berbanding lurus dengan kehilangan massanya, dengan pencairan menjadi penyebab utama. Kajian ini menggunakan panas laten peleburan konstan dan kapasitas panas spesifik untuk mengestimasi penyerapan energi dalam masing-masing komponen. 

Terutama, penurunan massa es di Greenland dan Antartika, gletser di seluruh dunia, dan hilangnya es laut di Arktik semuanya memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penyerapan energi oleh kriosfer. 

Dengan perpanjangan periode penelitian hingga tahun 1960 dan pemisahan kontribusi dari setiap komponen, studi ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang distribusi energi dalam kriosfer selama lebih dari lima dekade terakhir. 

Total serapan energi kriosfer mencapai 14,7±1,9 ZJ selama periode tersebut, menyoroti dampak besar dari mencairnya es di permukaan bumi dan di perairan terapung.


Kemana perginya energi panas matahari yang masuk ke Bumi?

Bumi mengalami ketidakseimbangan radiasi dengan lebih banyak energi yang masuk daripada yang keluar sejak tahun 1970. Selama empat dekade terakhir, Bumi telah mengakumulasi energi dalam jumlah besar, dengan lautan menjadi komponen utama dalam inventaris panas bumi, menyumbang sebagian besar akumulasi panas.

Oseanografi modern, dengan kapasitas panas yang besar, memainkan peran dominan dalam menyerap dan menyimpan energi, terutama di lapisan laut bagian atas (0–700 m) dan lapisan tengah (700–2000 m). Energi yang tersisa digunakan untuk mencairkan es di daratan dan es yang mengapung, serta untuk menghangatkan daratan dan atmosfer.

Penelitian ini, yang didasarkan pada perkiraan terkini perolehan panas di berbagai komponen sistem iklim Bumi, menunjukkan akumulasi panas total sebesar 358±37 ZJ selama periode 1971–2018, setara dengan laju pemanasan sebesar 0,47±0,1 W/m² yang diterapkan di seluruh permukaan Bumi.

Hasil studi ini memberikan wawasan terbaru mengenai distribusi panas di dalam sistem iklim bumi. Lautan tetap menjadi penyimpan utama energi, menyimpan sekitar 89% dari total energi yang diakumulasi selama periode 1971–2018. 

Lapisan laut bagian atas dan tengah memainkan peran penting, masing-masing menyumbang 52% dan 28% dari total energi yang diserap oleh lautan.

Meskipun perkiraan ini menyeluruh, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami apakah peningkatan pesat dalam laju pemanasan dapat dihubungkan dengan faktor-faktor seperti interaksi antara alam dan variabilitas yang didorong oleh aktivitas manusia atau ketidakpastian dalam catatan sejarah.

Selain itu, hasil ini memberikan pandangan baru mengenai peran berbagai komponen dalam menyimpan energi di bumi dan relevansinya terhadap perubahan iklim global.



Resume

Studi ini merangkum temuan terkini terkait perubahan iklim dan inventaris panas bumi dalam konteks Agenda Pembangunan Berkelanjutan PBB 2030 dan Perjanjian Paris. Sejak 1970, Bumi telah mengalami ketidakseimbangan radiasi, dengan pemanasan yang terus meningkat.

Kesimpulan studi menegaskan pentingnya Energy Imbalance (EEI) sebagai metrik utama dalam memahami pemanasan global. Selama periode 1971–2018, rata-rata EEI adalah 0,47±0,1 W/m², meningkat menjadi 0,87±0,12 W/m² selama 2010–2018.

Kenaikan ini bersamaan dengan peningkatan suhu permukaan laut, pemanasan atmosfer, dan hilangnya es.

Melibatkan komunitas ilmiah dan upaya internasional, studi ini mencoba menggabungkan data dari berbagai komponen sistem iklim, menggarisbawahi pentingnya pengamatan berkelanjutan dan perbaikan inventarisasi panas bumi untuk memahami dampak perubahan iklim dan mengembangkan model iklim yang lebih baik.

Selain itu, studi ini menyoroti perlunya evaluasi berkala terhadap inventaris panas bumi untuk mengisi kesenjangan dalam pemahaman evolusi sistem iklim dan mengidentifikasi kebutuhan observasi mendatang.



Referensi:
  • Heat stored in the Earth system 1960–2020: where does the energy go?
    Karina von Schuckmann et al.
  • Artikel lengkap:
    https://essd.copernicus.org/articles/12/2013/2020/essd-12-2013-2020-f01

Dukung Kami
Climate4life.info mendapat sedikit keuntungan dari penayangan iklan yang ada dan digunakan untuk operasional blog ini.
Jika menurut anda artikel pada blog ini bermanfaat, maukah mentraktir kami secangkir kopi melalu "trakteer id"?

Post a Comment

1 Comments

  1. Kelebihan energi panas bumi ini mungkin ga untuk diseimbangkan kembali?

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya. Mohon tidak meletakkan link hidup yah.